Belajar Adab Sebelum Ilmu
Belajar Adab Sebelum Ilmu
Budi Ashari Lc
Catatan dan Transkrip Ericca Nurdiana
Ketika guru bertugas menyampaikan ilmu dan berharap menghasilkan generasi yang luar biasa, ada hal yang tidak boleh terlewatkan sebelum ilmu. Dan hampir semua Ulama sepakat bahwa “al adab qoblal ilm” adab itu sebelum ilmu. Adab itu akhlak sebelum ilmu artinya seorang murid belajar adab sebelum ilmu, seorang guru harus memiliki adab sebelum menyampaikan ilmu, dan bahkan seorang murid belajar dari gurunya adab sebelum belajar ilmunya. Mengapa? Allah SWT sudah mengingatkan kita dalam firmannya dalam surat Al Jumu’ah: 5 “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”
Quran ingin menyampaikan bahwa ada yang ahli taurat tapi mereka seperti himar (keledai). Himar di masyarakat Arab adalah binatang yang melambangkan al hamaqoh. Suatu lambang yang menunjukkan bodoh, yang tidak bisa diajari apa-apa, sangat buruk perumpaan tersebut bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat Allah SWT. Karena tidak sesuai antara ilmu yang dimiliki dengan adab keseharian. Di surat lain Allah berfirman Al Baqarah: 75 “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?”
Maka dari itu akhlak dan keteladanan seorang guru adalah sesuatu yang bukan merupakan pilihan, itu merupakan suatu keharusan. Keteladanan memiliki banyak sekali keistimewaan. Keteladanan itu dipelajari oleh murid sadar atau tidak sadar sebelum ia mempelajari ilmunya. Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata “aku belajar adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun lamanya”. Beliau juga berkata “adab itu dua pertiga dari ilmu”, itu artinya jika seseorang ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat, banyak dan melimpah maka berlajar adab sebelum ilmunya. Tentunya ini menjadi renungan bagi para guru, bagaimana anak-anak didik kita diharapkan memiliki ilmu yang melimpah dan memiliki manfaat bagi kehidupan mereka sementara guru tidak mencontohkan yang baik dan tidak bisa diteladani? Maka itu artinya jika seorang guru tidak bisa diteladani dua pertiga ilmu hilang.
Saat Imam Malik rahimahullah masih usia kecil kemudian ia sudah merasa cukup umur untuk berada di majelis ahli ilmu yang bernama Rabi’atur Ro’I―guru besar Imam Malik (sebuah sebutan yang diberikan yang berarti logika musim semi karena terlampau cerdasnya)―kemudian beliau minta izin kepada ibunya “Ibu saya ingin belajar pada Rabi’atur”kemudian ibunya berkata “sebentar nak”, ibunda beliau memakaikan pakaian yang bagus dan diberi sorban (hal ini merupakan bagian dari adab) lalu ibunya berkata “pergilah ke Robiatur Ro’I, pelajarilah adab Robiatur Ro’I sebelum ilmunya.”
Keteladanan itu mampu menembus hati seseorang sehingga ketika ia mengajarkan ilmu maka ilmu itu akan menembus hati murid-muridnya dengan begitu tajam. Jika seorang guru ingin mengajarkan ilmu yang baik tetapi ia sendiri tidak melaksanakannya, itu berarti apa yang ia sampaikan hanya berada di bibirnya dan itu sulit menembus hati murid-muridnya, karena ia tidak menyampaikannya dari hatinya. Kalimat Imam Ahmad yang terkenal “hanya suara hati yang akan sampai pada hati seseorang.” Jikalau ilmu itu kita laksanakan dalam kehidupan kita, ketika kita sampaikan maka ia akan cepat menembus hati seseorang.
Suatu hari Imam Syafi’i rahimahullah menemui Khalifah Harun Ar Rasyid kemudian Imam Syafi’I dipersilahkan untuk duduk dan disampingnya ada Abu Abd Shomad (guru dari anak-anak Harun Ar Rasyid). Begitu duduk dengan guru tersebut shirojul khadim berkata kepada Imam Syafi’I “wahai amirul mukminin ini adalah anak-anak Harun Ar Rasyid dan ini adalah guru mereka. Alangkah baiknya kalau anda memberikan nasehat bagi gurunya”. Kemudian Imam Syafi’I berkata “jadikanlah permulaan perbaikan untuk anak-anak amirul mukminin adalah dengan memperbaiki dirimu sendiri. Karena mata mereka akan terikat dengan kedua matamu. Yang baik menurut mereka adalah yang kamu anggap baik, yang buruk menurut mereka adalah apa yang kamu tinggalkan.”
Kalimat Imam Syafi’I menjadi pelajaran dan sekaligus jawaban untuk kita, mengapa hari ini ilmu hilang? Mengapa generasi kita tidak istimewa dari segi moral, akhlak dan adab? Karena sumber masalah dari gurunya.
Rasulullah SAW merupakan keteladanan puncak sebagai seorang guru besar bagi seluruh manusia. Allah berfirman dalam surat Ali Imran 159 “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat tersebut menerangkan tentang akhlak dan keteladanan Nabi Muhammad SAW. Keteladanan itu akan menghindarkan kita dari lahirnya himar dalam pendidikan. Dengan keteladanan itulah ilmu yang diajarkan akan sesuai dengan moral gurunya dan mudah-mudahan akan hadir pada murid-murid ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam bissowab.
sumber foto: FP Di Kota Nabi
0 Komentar Untuk "Belajar Adab Sebelum Ilmu"
Post a Comment